Ad Code

Responsive Advertisement

Pemanfaatan Jewawut Sebagai Produk Olahan

(Instagram/rm_bujarno)
Gambar Foto : (Instagram/rm_bujarno)

Buku Teknologi Budidaya Tanaman Jewawut - Ketersediaan sumber pangan menjadi salah satu masalah utama di dunia, khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya pemahaman masyarakat akan bahan pangan yang murah dan bernutrisi tinggi, melambungnya harga pangan, serta meningkatnya jumlah penduduk yang tidak sebanding dengan meningkatnya tingkat produksi pangan. Faktor penyebab utama kerawanan pangan di Indonesia adalah ketergantungan masyarakat terhadap bahan pangan beras. Pemahaman masyarakat pada umumnya masih mengindentikkan pangan dengan nasi. Padahal Indonesia sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sumber bahan pangan berbasis karbohidrat alternatif (non beras), seperti sorgum, jali (hanjeli), jawawut (milet), ubi ubian dan pangan penghasil karbohidrat lainnya.

Berdasarkan kriteria sumber pangan yang dibuat oleh Departemen Pertanian (2007), kriteria sumber bahan pangan yang baik meliputi: i) tersedia dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh penduduk, ii) distribusi pangan lancar dan merata, dan iii) konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi dan kaidah kesehatan, maka jewawut layak untuk dijadikan salah satu bahan pangan dengan nilai gizi yang tinggi. Biji jewawut mengandung karbohidrat lebih rendah dari jagung, beras, sorgum. Kadar lemak jewawut lebih tinggi (5,60 persen) dibandingkan jagung (4,9 persen), beras (2,1 persen), sorgum (4,2 persen). Hal ini sesuai dengan laporan Grubben dan Partohardjono (1996), bahwa kandungan lemak biji hanjeli paling tinggi yaitu dapat mencapai 7,9 persen.

Baca Juga:

Salah satu serealia sumber karbohidrat potensial adalah jewawut. Komoditas ini memiliki kandungan nutrisi yang tidak beda jauh dengan serealia lainnya, bahkan memiliki komponen fungsional yang sangat tinggi antara lain mineral Fe, Ca dan lemak serta protein lebih tinggi dibanding sorgum, jagung dan beras. Nilai tambah jewawut sebagai pangan fungsional adalah rendah kalori, dimana era sekarang banyak kalangan pegiat makanan rendah kalori, termasuk penderita penyakit degenaratif, kegemukan bagi remaja dan lainya.

Kandungan protein jewawut relatif tinggi mendekati hanjeli, diikuti sorgum dan jagung, terendah beras, demikian juga lemak tertinggi pada komoditas hanjeli 7,90%, jewawut 5,60%, jagung 4,90%, sorgum 4,20% dan terendah beras hanya 2,10%. Dari data di atas terlihat bahwa jewawut mempunyai kandungan mineral Fe jauh lebih tinggi dibanding serealia lainnya. Demikian juga mineral Ca cukup tinggi mendekati hanjeli diikuti sorgum, beras dan jagung. Tepung jewawut dapat menunjang berbagai macam industri, baik industri kecil, menengah, maupun industri besar berteknologi tinggi, bahkan diharapkan dapat memberikan lebih banyak manfaat bagi industri pangan dan bahkan industri farmasi yang memanfaatkan kandungan mineral Fe dan Ca.

 Komoditas sereal termasuk sorgum, jagung, jewawut selain sebagai sumber karbohidrat juga memiliki komponen pangan fungsional sehingga dapat mendukung diversifikasi pangan fungsional. Sekarang ini industri makanan mengarahkan pengembangan produk baru terhadap produk olahan makanan fungsional dan bahan makanan fungsional karena permintaan konsumen terhadap makanan sehat (Suarni dan Subagio 2013). Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa kandungan senyawa antioksidan tanaman jewawut berupa senyawa fenolik. Sejumlah hasil penelitian menunjukkan jewawut mengandung fenol total sebesar 3.51 mg TAE/g biji dengan potensi aktivitas antioksidannya adalah 5.34 mg vitamin C eq/g biji (Yanuwar 2009).

Jewawut yang digunakan sebagai sumber pangan umumnya yang memiliki warna menarik seperti warna kekuningan dan flavor yang tajam. Masyarakat di Polewali Mandar khususnya Pambusuang mengolah jewawut secara tradisional menjadi produk tradisional dengan nama olahan juga istilah pada umumnya suku Bugis Sulawesi Selatan & Sulawesi Barat, misalnya membuat makanan tradisional seperti olahan dodol, songkolo, buras, baje dan pangan pokok pengganti beras sesuai yang diinfokan masyarakat penghasil jewawut.

Pemanfaatan jewawut pada saat ini masih belum banyak dikenal, penggunaannya juga belum berkembang di masyarakat. Oleh karena itu, perlu diseminasi dan pengenalan yang lebih intensif untuk mengangkat citra komoditas ini. Keduanya dapat menjadi rujukan untuk lebih mempromosikan bahan pangan jewawut bisa yang memiliki kandungan gizi dasar dan fungsional yang cukup potensial untuk dikembangkan.

Berbagai olahan yang dapat diproduksi dari bahan jewawut sehingga dapat mendukung diversifikasi pangan, bahkan dapat ditingkatkan statusnya menjadi diversifikasi pangan fungsional. Komoditi tersebut adalah pangan sumber karbohidrat, memiliki nilai unggul dalam hal komponen pangan fungsional, mineral Fe tinggi, serat pangan tinggi dan komponen flavonoid yang dapat memiliki aktivitas antioksidan terhadap kesehatan. Sebenarnya masyarakat akan tertarik dengan komoditi tersebut, apabila telah mengonsumsi langsung karena memiliki rasa khas yang berbeda dengan bahan pangan lainnya. Jewawut dilaporkan memiliki rasa khas yang spesifik  dan menjadi daya tarik tersendiri, terutama olahan seperti bubur berbagai resep tetap menunjukkan aroma tersebut. Produk bubur telah mengalami berbagai modifikasi tergantung selera konsumen, karena sudah dipasarkan untuk dikomersilkan, dalam artian sudah memiliki nilai jual. Salah satu masalah yang menyebabkan produk olahan makanan berbasis jewawut belum dikenal, karena belum tersedianya bahan tersebut baik dalam bentuk jewawut sosoh maupun tepung. Bahan tersebut masih susah diperoleh kecuali ke daerah penghasil jewawut.

Produk pangan berbasis jewawut telah dikonsumsi di daerah di Indonesia diantaranya pulau Buru, Jember, Sulawesi Selatan seperti Enrekang, Sidrap, Maros, dan di Sulawesi Barat, Polewali Mandar, Majene dan daerah lainnya. Masyarakat tersebut telah mengonsumsi olahan tradisional pangan sehat berbasis pangan fungsional. Jewawut yang digunakan sebagai sumber pangan umumnya yang memiliki warna menarik seperti warna kekuningan dan flavor yang tajam. Masyarakat di Polewali Mandar khususnya Pambusuang mengolah jewawut secara tradisional dengan membuat makanan tradisional seperti dodol, songkolo, buras, baje dan pangan pokok pengganti beras.

Penulis: Muhammad Azrai, Muhammad Aqil, Suarni, Roy Efendi, Bunyamin Z dan Rahmi Y. Arvan

Post a Comment

0 Comments

Close Menu