Gambar Foto : Pixabay.com |
Buku Teknologi Budidaya Tanaman Jewawut - Upaya peningkatan produksi jewawut nasional masih terbuka lebar baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam, khususnya di wilayah beriklim kering dengan curah hujan eratik di luar Jawa. Walaupun kecenderungan produksi jewawut mengalami stagnasi namun dengan melalui penerapan teknologi budidaya yang baik akan dihasilkan berbagai macam produk pangan fungsional bernilai gizi tinggi. Kegiatan litbang tanaman jewawut dari berbagai institusi baik Lembaga penelitian maupun universitas telah mampu menyediakan teknologi produksi jewawut dengan tingkat produktivitas > 3-4 ton/ha tergantung pada potensi lahan dan teknologi produksinya.
Pengembangan tanaman jewawut di Indonesia dilakukan umumnya pada agroekosistem lahan beriklim kering sehingga untuk mengoptimalkan produksi tanaman diperlukan teknologi yang sesuai dengan agroekosistem pengembangannya. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui Balai Penelitian Tanaman Serealia telah banyak melakukan penelitian tanaman jewawut. Dengan memadukan sejumlah komponen teknologi yang sesuai dengan lingkungan tumbuh tanaman jewawut diharapkan mampu meningkatkan produktivitas, efisiensi produksi, dan meningkatkan pendapatan petani dan pada gilirannya akan berdampak pada meningkatnya minat masyarakat untuk melakukan kegiatan budidaya tanaman jewawut.
Indonesia merupakan negara yang
memiliki sumber daya yang cukup untuk menjamin ketahanan pangan bagi
penduduknya. Pemerintah telah mengembangkan grand design diversifikasi pangan
nasional melalui program penganekaragaman pangan berbahan baku non beras. Hal
ini sangat penting dilakukan untuk membiasakan masyarakat mengkonsumsi makanan
pokok selain beras. Upaya peningkatan hasil pangan sebagai salah satu penyedia
bahan makanan pun terus dilakukan.
Baca Juga:
Salah satu komoditas strategis
yang sesuai untuk menunjang program diversifikasi pangan adalah jewawut
(millet). Jewawut merupakan tanaman serealia berbiji kecil namun kaya dengan
kandungan nutrisi penting yang dibutuhkan oleh manusia. Tanaman ini juga
mempunyai keunikan lain yaitu dapat tumbuh dengan baik pada lahan berbatu,
kesuburan serta input pupuk dan pestisida yang rendah pula. Budidaya tanaman
jewawut secara terbatas di Indonesia sebenarnya telah lama dikenal namun
pengembangannya tidak sebaik padi dan jagung. Hal ini dikarenakan masih
sedikitnya daerah yang memanfaatkan tanaman semusim tersebut sebagai bahan
pangan utama, terutama dalam industri maupun konsumsi. Tanaman semusim tersebut
mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan secara komersial di
Indonesia karena didukung oleh adanya kondisi agroekologis dan ketersediaan
lahan yang cukup luas.
Jewawut merupakan tanaman
serealia yang banyak dibudidayakan di berbagai negara terutama di negara Afrika
dan beberapa negara di Benua Asia. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi
pengembangan jewawut di Indonesia dimana kegiatan budidanya masih bersifat
setempat dan dilakukan secara turun temurun. Di negara maju jewawut telah
banyak dimanfaatkan sebagai sumber bahan makanan bernilai gizi tinggi.
Pemanfaatan jewawut antara lain sebagai bahan makanan pokok, minuman berenergi
dan Kesehatan karena kandungan vitamin B dan beta karoten yang tinggi.
Kelebihan utama yang dimilki oleh tanaman jewawut selain dari kandungan vitamin
dan beta karoten adalah daya adaptasi yang baik pada daerah bercurah hujan
rendah bahkan di daerah kering sekalipun. Selain itu, jewawut juga mengandung
beragam komponen penting yang berpotensi meningkatkan kesehatan tubuh, antara
lain senyawa antioksidan, senyawa bioaktif, dan serat.
Bhat et al (2018) menyatakan
bahwa secara umum jewawut memiliki tiga nilai tambah utama yaitu 1. Nilai
tambah bagi pengguna dimana jewawut ini dapat membantu mengatasi permasalahan
gizi dan Kesehatan (defisiensi besi,
zink, asam foliak, kalsium, diabetes mellitus; 2. Nilai tambah bagi bumi dimana
dapat beradaptasi dengan perubahan linkungan global termasuk kekeringan yang
ekstrim, c. Nilai tambah bagi petani dimana jewawut dapat meningkat hasilnya
sampai tiga kali lipat, tujuan penggunaan yang juga luas (pangan, pakan, bahan
bakar) serta keunggulan lainnya yang dapat digunakan untuk risk manajemen
strategi.
Jewawut merupakan tanaman
serealia yang dalam pertumbuhan dan perkembangannya sangat efisien dalam
menggunakan air untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Dibandingkan dengan
tanaman serealia yang lain jewawut merupakan tanaman yang bisa dipromosikan
untuk daerah kering, karena jewawut
hanya membutuhkan sekitar 25% curah hujan yang dibutuhkan oleh tanaman
serealia yang lain. Tanaman ini tidak terlalu membutuhkan tanah yang subur
untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu, pada daerah lahan kering yang luas
tanaman ini sangat sesuai untuk dibudidayakan. Produksi jewawut juga tidak
tergantung pada penggunaan pupuk sintetik sehingga akan mengurangi penggunaan
pupuk sintetik. Selain itu tanaman jewawut merupakan tanaman yang dapat
dikategorikan sebagai tanaman yang cukup tahan terhadap hama dan penyakit
sehingga tidak terlalu bergantung pada penggunaan pestisida kimia yang dapat
mencemari lingkungan.
Selain budidaya yang masih sangat
kurang pengolahan jewawut sebagai sumber makanan di Indonesia masih jarang
dilakukan. Pada beberapa wilayah di Indonesia jewawut telah dimanfaatkan dengan
cara mengolahnya menjadi nasi tetapi masih dilakukan secara sederhana. Awalnya
jewawut tersebut dijemur, disosoh, hingga hanya terdapat bagian daging atau
endospermanya saja. Selanjutnya, jewawut yang dicampur dengan gula merah dan
kelapa, pemanfaatannya hampir sama dengan memasak beras ketan. Secara tradisional
pemanfaatan jewawut yang lain yaitu dengan mengolahnya menjadi bubur, dodol,
dan bajek.
Selain memiliki manfaat positif
bagi kesehatan, jewawut dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pangan
subtitusi beras sehingga dapat memenuhi kebutuhan kalori harian. Hal ini
ditunjukkan dengan kandungan karbohidratnya sebesar 75% yang mendekati
kandungan karbohidrat pada beras yaitu sebesar 79%. Keunggulan lainnya dari
tanaman jewawut adalah kandungan proteinnya sebanyak 11%, yang lebih tinggi
dibandingkan kandungan protein beras yang hanya mencapai 7%.
0 Comments