Siklus Proses Pertumbuhan Tanaman Jewawut |
Buku Teknologi Budidaya Tanaman Jewawut - Aspek budidaya tanaman jewawut (millet) meliputi: penyiapan benih, waktu tanam, penyiapan lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, pengendalian hama-penyakit, dan penanganan hasil panen. Semua aspek tersebut harus mendapat perhatian untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Siklus proses pertumbuhan tanaman jewawut mulai dari penaburan benih sampai panen dapat diihat pada gambar diatas.
Menurut Purseglove (1976) biji jewawut mempunyai keunggulan yang sangat menguntungkan yaitu tahan disimpan dalam jangka waktu lama, bahkan bisa tahan lebih dari 10 tahun tanpa kemunduran fisik atau tanpa adanya serangan kutu biji. Tanaman jewawut dapat diperbanyak dengan biji, dengan cara menabur atau dimasukkan kedalam lubang. Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, penanaman jewawut dapat dilakukan dengan menggunakan bibit. Penyemaian benih dilakukan selama 15 – 20 hari sebelum waktu tanam yang dikehendaki. Cara pembuatan penyemaian hampir sama dengan penyemaian padi, bedanya untuk jewawut tidak digenangi air. Untuk mempermudah pencabutan bibit, tanah penyemaian harus gembur.
Baca Juga:
Jewawut
yang diproduksi untuk pakan ternak hijauan (forage) atau sebagai pakan yang
dikeringkan ditanam dengan jarak tanam yang rapat, dengan kebutuhan benih
sekitar 40-50 kg per ha. Jewawut untuk biomass sebaiknya dipanen pada saat
muncul malai sebelum terjadi pembungaan. Sedangkan untuk bahan pangan yang
dipanen bijinya, kebutuhan benih sekitar 20-30 kg per ha.
Tanaman
jewawut di Indonesia dapat ditanam sepanjang tahun, atau tiga kali musim tanam
dalam setahun. Jewawut dapat ditanam baik pada musim hujan maupun kemarau
asalkan tanaman muda tidak tergenang atau kekeringan. Sebagai tanaman
tumpangsari di lahan kering, jewawut dapat ditanam pada awal musim hujan atau
pada akhir musim hujan sebagai pertanaman monokultur setelah panen palawija.
Jika ditanam pada musim kemarau, jewawut dapat ditanam setelah panen padi kedua
atau setelah pertanaman palawija di sawah. Penanaman pada musim kemarau umumnya
memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan penanaman pada musim hujan. Hal
ini salah satunya disebabkan oleh hama burung, selain proses pengisian biji
kurang sempurna karena ketersediaan air terbatas.
Lahan
dibersihkan dari sisa tanaman sebelumnya atau gulma tanaman perdu yang dapat
mengganggu pengolahan tanah. Pengolahan tanah dimaksudkan untuk menggemburkan
tanah, meningkatkan aerasi dan mengendalikan pertumbuhan gulma.
Pada
lahan yang tingkat ketersediaan airnya cukup atau beririgasi, pengolahan tanah
dapat dilakukan secara sempurna, yaitu dibajak dua kali dan digaru satu kali.
Setelah tanah diratakan, dibuat beberapa saluran drainase baik di tengah maupun
di pinggir lahan. Pada lahan yang hanya mengandalkan residu air tanah,
pengolahan tanah ringan pada permukaan tanah sekaligus untuk menyiangi gulma.
Pengolahan tanah ringan sangat efektif untuk menghambat penguapan air tanah sampai
masa panen.
Penanaman
benih dilakukan dengan jarak tanam antara 20-30 cm x 70 cm, atau disesuaikan
dengan mempertimbangkan varietas yang digunakan, ketersediaan air dan tingkat
kesuburan lahan. Pada lahan yang kurang subur dan kandungan air tanah rendah
sebaiknya di gunakan jarak tanam yang lebih lebar atau populasi tanam dikurangi
dari populasi baku.
Tanah
yang telah diolah dengan traktor atau cangkul selanjutnya dibuat menjadi
bedengan-bedengan dan tergulud secara teratur sehingga aerasi tanh baik dan
potensi genangan dapat diminimalkan. Tinggi tumpukan tanah sekitar 25–30 cm
dengan lebar dasar sekitar 30–40 cm (Chairani, 2010).
Penanaman
dapat dilakukan dengan cara ditugal seperti halnya menanam jagung. Pembuatan
lubang tanam dilakukan dengan alat tugal kayu dengan mengikuti arah ajir yang
telah dipasang sesuai jarak tanam yang akan digunakan. Kedalaman lubang tanam
sebaiknya tidak lebih dari 5 cm. Setiap lubang tanam diisi sekitar 3-4 benih,
kemudian ditutup dengan tanah ringan atau pupuk organik. Penutupan lubang tanam
dengan bongkahan tanah atau secara padat dan berat menyebabkan benih sulit
berkecambah dan menembus permukaan tanah. Penutupan lubang tanam dengan pupuk
organik atau abu atau tanah ringan akan memudahkan benih tumbuh, dan sekitar 5
hari setelah tanam biasanya benih sudah tumbuh. Pada umur 2-3 minggu setelah
tanam dapat dilakukan penjarangan tanaman dengan meninggalkan 2 tanaman/rumpun.
Di
Meksiko, jewawut ditanam dalam barisan (row) yang rapat untuk dapat menekan
gulma dengan jarak sekitar 4 cm dalam barisan, dan ditanam bersama tanaman
legum. Di Nigeria 90% areal penanaman jewawut ditanam bersama kacang tanah,
kacang kapri dan sorghum. Demikian juga di India, jewawut ditanam di lahan
tadah hujan bersama sorghum, kacang tanah dan kacang kapri (Rachie dan
Majnindar, 1980 dalam Norman dkk., 1995).
Pertumbuhan
jewawut yang optimal membutuhkan iklim panas selama masa pertumbuhannya.
Pemasakan biji semakin cepat pada bulan panas. Tanaman ini umumnya produktif
bila curah hujan bulanan merata sepanjang pertumbuhannya, bahkan lebih
produktif lagi di daerah iklim semi arid. Jewawut yang tumbuh di Cina memiliki
kemampuan bertahan terhadap angin yang temporer ataupun yang permanen. Hal ini
disebabkanjewawut mempunyai sistem perakaran yang dalam. Adanya fase kering
akanmempercepat fase pematangan dan umur panen. Beberapa varietas jewawut untuk
pakan ternak yang dikeringkan (hay) bisa dipanen pada umur 60-70 hari. Jenis
tanaman jewawut yang sudah banyak dibudidayakan umumnya memiliki tinggi tanaman
sekitar 100 – 150 cm. Umur panen jewawut berkisar 75-80 hari atau lebih.
Jewawut
dapat tumbuh pada agroekologis yang marginal dimana pertumbuhan tanaman
serealia lainya kurang memuaskan, yaitu kondisi iklim kering, tanah tidak subur
dan irigasi terbatas. Pada kondisi lingkungan yang serba terbatas tersebut,
jewawut dapat tumbuh dengan baik dibandingkan tanaman pangan lainnya, namun
hasilnya akan lebih optimal jika tumbuh pada kondisi air dan hara yang optimal.
Tanaman jewawut dapat tumbuh pada tanah yang mempunyai pH antara 4 – 8. Pada kondisi pH tanah <5,5 umumnya ketersedian Al dan Mn menjadi masalah karena bersifat racun, sedangkan ketersedian P dan Mg mengalami defisiensi. Ketersediaan hara mikro menjadi pembatas jika pH tanah >7,5. Disebut sebagai hara mikro karena jumlah hara yang dibutuhkan tanaman sedikit dibandingkan hara makro. Akan tetapi pada kondisi tanah yang kekurangan hara mikro akan menyebabkan menurunnya produksi biji. Hara yang tergolong dalam hara makro adalah nitrogen, fosfor, dan kalium. Sedangkan hara mikro adalah besi, seng, magnesium, boron, tembaga, molibdenum, khlor, dan timah.
Tanaman
jewawut adalah tanaman yang dapat hidup pada input minim, seperti pupuk, namun
untuk memberikan hasil maksimal pemupukannya dapat dilakukan dengan menggunakan
pupuk NPK (15:15:15) dengan dosis 90 kg / ha (0,45 g/ tanaman). Namun demikian,
Olsen dan Santes (1976) dalam Norman dkk., (1995) melaporkan bahwa jewawut
kultivar unggul mampu menghasilkan 3,1 ton per ha dengan pemupukan 132 kg N; 28
kg P; 65 kg K dan 56 kg Ca masing-masing per ha. Jewawut juga dilaporkan
memerlukan K lebih banyak daripada N dan P. Mahta dan Shah (1998) dalam Norman
dkk. (1995) menganjurkan dosis 121 kg K; 63 kg N; 28 kg P; 21 kg Ca dan 10 kg Mg,
masing-masing per ha.
Kegiatan
yang perlu dilakukan dalam pemeliharaan tanaman jewawut agar dapat tumbuh
optimal, antara lain:
1. Pemberian air, adalah menambah air jika
tanaman kekurangan air, dan apabila air cukup maka penambahan air tidak perlu
dilakukan. Sebaliknya, jika kelebihan air justru harus segera dibuang dengan
cara membuat saluran drainase. Jewawut termasuk tanaman yang tidak memerlukan
air dalam jumlah yang banyak, tanaman ini tahan terhadap kekeringan, namun pada
periode tertentu tanaman memerlukan air yang cukup yaitu pada saat tanaman
berdaun empat (pertumbuhan awal) dan saat periode pengisian biji sampai biji
mulai mengeras.
2. Penyiangan gulma, kompetisi tanaman jewawut dengan gulma dapat menurunkan hasil dan kualitas biji karena tercampur biji rumput, terutama pertanaman awal musim hujan. Untuk pertanaman musim kemarau kemungkinan pengaruh kompetisi gulma terhadap hasil kecil, namun terjadi penurunan efisiensi dan hasil biji yang diperoleh. Oleh karena itu untuk mengendalikan pertumbuhan guma yang cepat pada saat pertumbuhan awal jewawut, biasa digunakan herbisida 2,4-D atau herbisida pra tumbuh. Namun pada umumnya penyiangan gulma dilaksanakan bersamaan dengan saat penjarangan atau tergantung keadaan pertumbuhan gulma di sekitar pertanaman jewawut. Penyiangan dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan sabit atau cangkul. Penyiangan biasanya dilakukan dua kali selama pertumbuhan tanaman, dan untuk penyiangan yang ke dua saatnya tergantung keadaan gulma di lapangan.
3. Pembumbunan, dilakukan bersamaan dengan
pemupukan ke 2 (3-4 minggu setelah tanam) atau sebelumnya. Pembumbunan
dilakukan dengan cara menggemburkan tanah di sekitar batang tanaman, kemudian
menimbunkan tanah pada pangkal batang dengan tujuan untuk merangsang tumbuhnya
akar dari ruas-ruas batang dan memperkokoh kedudukan tanaman agar tanaman tidak
mudah rebah.
4. Pengendalian hama dan penyakit, dilakukan jika tanaman menunjukkan adanya gejala serangan hama atau penyebab penyakit. Cara dan waktu pengendalian yang dilakukan tergantung dari jenis hama atau penyebab penyakit yang ditimbulkannya.
Penulis: Muhammad Azrai, Muhammad Aqil, Suarni, Roy Efendi, Bunyamin Z dan Rahmi Y. Arvan
0 Comments